Selasa, 29 Maret 2011

Iklan dan Kekerasan Simbolik


Iklan adalah suatu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita sehari - hari. Di jalan, sekolah, kantor, toilet dan di mana pun kita berada dapat melihat iklan. Akan tetapi sekarang telah terjadi pergeseran dari fungsi iklan tersebut. Saat ini iklan tidak hanya digunakan untuk menawarkan suatu produk, melainkan berusaha untuk membentuk sistem nilai, gaya hidup maupun selera budaya tertentu. Iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari suatu produk tetapi juga membuat bagaimana sifat / ciri produk tersebut memiliki arti sesuatu bagi kita. Dengan kata lain, iklan mencoba mendefinisikan image tertentu ketika orang menggunakan produk tersebut.

Dalam konteks inilah iklan mendefinisikan image tentang "arti tertentu yang diperoleh" ketika orang menggunakan produk tersebut. Proses ini oleh Williamson (1978 : 20) disebut sebagai using product is currency, yaitu menggunakan produk yang diiklankan sebagai "uang" untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli.

Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua, yaitu fungsi informasional dan transformasional.

  • Fungsi informasional - iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik produk.
  • Fungsi transformational - iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, pola berbelanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.

Pemikiran Ilmuwan Sosial Mengenai Konteks Iklan

Iklan juga mengundang pemikiran dari para ilmuwan sosial. Di sini terdapat dua pakar ilmu sosial yang melakukan analisis terhadap iklan, yaitu Baudrillard dan Barthes.

Analisis Iklan Menurut Ilmuwan Sosial

Baudrillard, mendefinisikan iklan adalah bagian dari sebuah fenomena sosial bernama consumer society. Obyek dalam iklan tidaklah berdiri sendiri, melainkan dibentuk oleh sebuah sistem tanda (sign systems).

Analisisnya berkontribusi dalam mengembangkan analisa mengenai produksi dan reproduksi pesan yang melibatkan peran dari citra (image) pada masyarakat kontemporer.

Barthes menganalisa iklan sebagaimana layaknya seorang ahli linguistik.

Dia tertarik untuk membongkar makna dari pesan-pesan yang disampaikan lewat image maupun teks dalam media dan fenomena sosial lainnya.

Makna ini dibongkar dengan terlebih dahulu menganalisa tanda-tanda yang merepresentasikan makna, dengan menggunakan semiotik sebagai kerangka analisa.

Barthes menyumbangkan pemikiran mengenai peran media dalam reproduksi pesan-pesan ideologis.

Para ilmuwan pada akhirnya memahami iklan melalui hal sebagaiberikut:

Baudrillard:

Iklan adalah bentuk dari sign system yang mengatur makna dari obyek atau komoditas. Iklan juga dipandang sebagai perangkat ideologis dari kapitalisme konsumen (consumer capitalism).

Barthes:

Iklan juga dilihat sebagai signs, yang mengatur makna yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan. Makna ideologis yang dimiliki iklan dibuat senetral mungkin, proses signifikasi (pembuatan tanda/sign) disebut sebagai myth (oleh Barthes).

Cara iklan tersebut memproduksi pesan, yaitu:

Baudrillard

Iklan sebagai wacana yang dikodekan (coded discourse) yang melekat pada sebuah produk, serta tidak memiliki hubungan dengan realitas (hyperreal).

Barthe

Menganggap bahwa tanda masih bisa merepresentasikan realitas (signifikasi tingkat pertama atau denotasi).

Sedangkan pada signifikasi tingkat kedua (konotasi), tanda tersebut bisa merepresentasikan sesuatu yang hanya bisa dipahami lewat situasi kultural atau sosial yang sama.

Sementara sebagai sebuah myth, signs dalam iklan dianggap merepresentasikan pesan idelogis dari si pembuat iklan (dalam konteks ini, adalah kelas borjuis).

Pesan iklan tersebut diterima khalayak dengan:

Baudrillard

Menegaskan bahwa melalui kode-kode dalam sebuah pesan, manusia sadar akan dirinya dan kebutuhan-kebutuhannya.

Kode-kode tersebut secara hirarkis memiliki tingkatan yang digunakan untuk menandakan perbedaan-perbedaan (distinctions) dari status dan kelas.

Barthes

Berpendapat bahwa iklan memiliki berbagai makna sesuai dengan tingkat signifikasi yang dilakukan oleh khalayak.

Dengan demikian makna dari pesan yang disampaikan oleh iklan menjadi sangat majemuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar